NEGARA DAN KONSTITUSI

 

Konstitusiwordle-konstitusi

  1. Pengertian Negara

Aristoteles yang hidup pada tahun 384-322 S.M., merumuskan negara dalam bukunya Politica, yang disebutnya sebagai negara polis, yang pada saat itu masih dipahami negara dalam suatu wilayah yang kecil. Pengertian lain tentang negara dikembangkan oleh Agustinus, yang merupakan tokoh Katolik. Ia membagi negara dalam dua pengertian yaitu Civitas Dei yang artinya negara Tuhan, dan Civitas Terrena atau Civitas Diaboli yang artinya negara duniawi. Civitas Terrena ini ditolak oleh Agustinus, sedangkan yang dianggap baik adalah negara Tuhan atau Civitas Dei. Negara Tuhan bukanlah negara dari dunia ini, melainkan jiwanya yang dimiliki oleh sebagian atau beberapa orang di dunia ini untuk mencapainya. Adapun yang melaksanakan negara adalah Gereja yang mewakili negara Tuhan. Meskipun demikian bukan berarti apa yang di luar Gereja itu terasing sama sekali dari Civitas Dei (Kusnardi, 1995).

Nicollo Machiavelli (1469-1527), yang merumuskan negara sebagai negara kekuasaan, dalam bukunya ‘Il Principle’ yang dahulu merupakan buku referensi pada raja. Machiavelli memandang negara dari sudut kenyataan bahwa dalam suatu negara harus ada suatu kekuasaan yang dimiliki oleh seorang pemimpin negara atau raja. Bahkan yang lebih terkenal lagi ajaran Machiavelli tentang tujuan yang dapat menghalalkan segala cara. Akibat ajaran ini muncullah berbagai praktek pelaksanaan kekuasaan negara yang otoriter, yang jauh dari niali-nilai moral.

Teori negara menurut Machiavelli tersebut mendapat tantangan dan reaksi yang kuat dari filsuf lain seperti Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704) dan Rousseau (1712-1778). Mereka mengartikan negara sebagai suatu badan atau organisai hasil dari perjanjian masyarakat secara bersama. Menurut mereka, manusia sejak dilahirkan telah membawa hak-hak asasinya seperti hak untuk hidup, hak milik serta hak kemerdekaan. Dalam keaadaan alamiah sebelum terbentuknya negara, hak-hak tersebut belum ada yang menjamin perlindungannya, sehingga dalam status naturalis, yaitu sebelum terbentuknya negara, hak-hak itu akan dapat dilanggar. Dalam keadaan naturalis sebelum terbentuknya negara, menurut Hobbes akan terjadi homo homini lupus, yaitu manusia menjadi serigala bagi manusia lain, dan akan timbul suatu perang semesta yang disebut sebagai belum omnium contre omnes dan hukum yang berlaku adalah hukum rimba.

Roger H. Soltau, mengemukakan bahwa negara adalah sebagai alat agency atau wewenang /authority yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat (Soltau, 1961). Harold J. Lasky, bahwa negara adalah merupakan suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung dari pada individu atau kelompok, yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Max Weber mengemukakan pemikirannya bahwa negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah (Weber, 1958: 78). Mc. Iver menjelaskan bahwa negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang demi maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa (Iver, 1955 : 22). Miriam Budiarjdo Guru Besar Ilmu Politik Indonesia mengemukakan, bahwa negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah (governed) oleh sejumlah pejabat dan berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah (Budiarjdo, 1958: 40-41).

Dapat disimpulkan bahwa semua negara memiliki unsur-unsur yang mutlak harus ada. Unsur-unsur negara adalah meliputi: Wilayah atau daerah teritorial yang sah, rakyat yaitu suatu bangsa sebagai pendukung pokok negara dan tidak terbatas hanya pada salah satu etnis saja, serta pemerintahan yang sah diakui dan berdaulat.

 

Negara Indonesia

Ditinjau berdasarkan unsur-unsur yang membentuk negara, hampir semua negara memiliki kesamaan, namun ditinjau dari segi tumbuh dan terbentuknya negara serta susunan negara, setiap negara di dunia ini memiliki spesifikasi serta ciri khas masing-masing.

Negara Indonesia tumbuh dan berkembang dengan dilatar belakangi oleh kekuasaan dan penindasan bangsa asing seperti penjajaha  Belanda serta Jepang. Oleh karena itu bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dilatar belakangi oleh adanya kesatuan nasib, yaitu bersama-sama dalam penderitaan di bawah penjajahan bangsa asing serta berjuang merebut kemerdekaan. Selain itu yang sangat khas bagi bangsa Indonesia adalah unsur-unsur etnis yang membentuk bangsa itu sangat beraneka ragam, baik latar belakang budaya seperti bahasa, adat kebiasaan serta nilai-nilai yang dimilikinya.

Prinsip-prinsip negara Indonesia dapat dikaji melalui makna yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea I, menjelaskan tentang latar belakang terbentuknya negara dan bangsa Indonesia, yaitu tentang kemerdekaan adalah hak kodrat segala bangsa di dunia, dan penjajahan itu tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan oleh karena itu harus dihapuskan. Alinea ke II menjelaskan tentang perjalanan perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan. Alinea ke-III menjelaskan tentang kedudukan kodrat manusia Indonesia sebagai bangsa yang religius yang kemudian menyatakan kemerdekaan. Adapun Alinea IV menjelaskan tentang terbentuknya bangsa dan negara Indonesia, yaitu adanya rakyat Indonesia, pemerintah negara Indonesia yang disusun berdasarkan Undang-Undang Dasar negara, wilayah negara serta dasar filosofis negara yaitu Pancasila (Notonagoro, 1975).

B. Konstitusionalisme

Setiap negara modern dewasa ini senantiasa memerlukan suatu sistem pengaturan yang dijabarkan dalam suatu konstitusi. Oleh karena itu konstitusionalisme mengacu kepada pengertian sistem institusionalisasi secara efektif dan teratur terhadap suatu pelaksanaan  pemerintah. Gagasan mengatur dan membatasi kekuasaan ini secara alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk merespon perkembangan peran relatif kekuasaan umum dalam suatu kehidupan umat manusia.

Basis pokok konstitusionalisme adalah kesepakatan umum atau persetujuan diantara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan berkaitan dengan negara.

Oleh karena itu kuncinya adalah konsensus general agreement. Jika kesepakatan itu runtuh, maka runtuh pula legitimasi kekuasaan negara yang bersangkutan, dan pada gilirannya dapat terjadi civic war atau perang sipil.

Konsesus yang menjamin tegaknya konstitusionalisme di zaman modern dewasa ini pada umumnya dipahami berdasar pada tiga elemen kesepakatan, sebagai berikut:

  1. Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama

Karena cita-cita bersama yang pada puncak abstraksinya paling mungkin mencerminkan bahkan melahirkan kesamaan-kesamaan kepentingan antara sesama warga masyarakat yang dalam kenyataannya harus hidup ditengah-tengah pluralisme atau kemajemukan.

2.Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan negara.

Basis pemerintahan didasarkan atasa aturan hukum dan konstitusi. Contoh di Amerika dikenal istilah “The rule of law, and not rule of man” untuk menggambarkan pengertian bahwa hukumlah yang sesungguhnya memerintah atau memimpin dalam suatu negara, bukan manusia

3. Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan

a.  Bangunan organ negara dan prosedur-prosedur yang mengatur kekuasaan

b. Hubungan-hubungan antar organ negara dengan negara lain

c. Hubungan-hubungan antar organ negara dengan warga negara

Keseluruhan kesepakatan itu pada intinya menyangkut prinsip pengaturan dan pembatasan kekuasaan. Atas dasar pengertian tersebut maka sebenarnya prinsip konstitusionalisme modern adalah menyangkut prinsip pembatasan kekuasaan atau yang lazim disebut sebagai prinsip limited goverment.

Dalam pengertian inilah maka konstitusionalisme mengatur dua hubungan yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu pertama, hubungan antara pemerintahan  dengan warga negara,  dan kedua, hubungan antara lembaga pemerintahan yang satu dengan lain.

C. Konstitusi Indonesia

  1. Pengantar

Banyak pihak yang mengusulkan untuk amandemen UUD 1945 untuk menyempurnakan UUD 1945 tanpa secara langsung mengubahnya. Ide amandemen didasarkan pada sejarah orde lama dan orde baru, bahwa penerapan terhadap pasal-pasal UUD memiliki sifat multi interpretable. Karena itulah maka orde baru menganggap UUD 1945 tidak dapat diganggu gugat.

Tidak adanya system kekuasaan dengan check and balances adalah suatu hal yang sangat mendasar bagi pentingnya amandemen.

Amandemen dilakukan sejak 1999,yaitu melakukan perubahan pada pasal 9 UUD 1945. Selanjutnya tahun 2000, 2001 dan terakhir disahkan pada 10 Agustus 2002.

 

  1. Hukum Dasar Tertulis (UUD)

Hukum dasar ada yang tertulis dan tidak tertulis. Hukum tertulis memiliki sifat yang tak mudah berubah. UUD menurut sifat fungsinya adalah naskah yang memaparkan kerangka dan tugas-tugas pokok dari baadan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan tersebut (ECS Wade). UUD menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan ini  bekerjasama dan menyesuaikan diri satu sama lain. UUD merekam hubungan kekuasaan dalam suatu negara (Budiarjo).

UUD 1945 bersifat singkat dan supel, hanya memiliki 37 pasal. Hal ini mengandung makna:

  1. Telah cukup jikalau UUD hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya membuat garis-garis besar intruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan negara,  untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan nasional.
  2. Sifatnya yang supel dimaksudkan bahwa kita senantiasa harus ingat bahwa masyarakat harus dinamis.

Menurut Padmowahyono, seluruh kegiatan negara ada 2 macam:

  1. Penyelenggaraan kehidupan negara
  2. Penyelenggaraan kesejahteraan social

Sifat-sifat UUD 1945:

  • Karena sifatnya tertulis maka rumusannya jelas, merupakan hukum positif yang mengika tpemerintah sebagai penyelenggara negara maupun mengikar bagi setiap negara.
  • UUD 1945 bersifatsupel, memuat aturan-aturan pokok yang setiap kali harus dikembangkan sesuai perkembangan zaman serta HAM
  • Memuat norma, aturan serta ketentuan
  • UUD 1945 merupakan peraturan hukum positif tertinggi dan sebagai alat control hukum lainnya.
  1. Hukum Dasar Tak Tertulis (Konvensi)

Konvensi adalah hukum yang tidak tertulis dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Memiliki sifat sebagai berikut:

  1. Kebiasaan berulang yang terpelihara
  2. Tidak menentang UUD
  3. Diterima masyarakat
  4. Sebagai pelengkap

Contoh

  1. Pengambilan keputusan berdasarkan mufakat. Menurut pasal 37 ayat 1 dan 4, segala keputusan MPR diambil dari suara terbanyak. Akan tetapi cara ini dirasa kurang kekeluargaan, maka hasil musyawarah menggunakan mufakat.
  2. Praktek penyelenggaraan negara yang menggunakan hukum non tertulis:
  3. Pidato presiden setiap 16 Agustus di sidang DPR
  4. Pidato Presiden yang diucapkan sebagai keterangan pemerintah tentang RAPBN pada minggu pertama Januari setiap tahunnya                                                                                                                                           4. Konstitusi

Disamping pengertian Undang-Undang Dasar, dipergunakan juga istilah lain yaitu “Konstitusi”. Istilah ini berasal dari bahasa Inggris “Constitution” atau dari bahasa Belanda “Constitutie”. Terjemahan dari istilah tersebut adalah Undang-Undang Dasar, dan hal ini memang sesuai dengan kebiasaan orang Belanda dan Jerman, yang dalam percakapan sehari-hari memakai kata “Groundwet” (ground= dasar, wet= undang-undang) yang keduanya menunjukkan naskah tertulis.

Namun pengertian konstitusi dalam praktek ketatanegaraan umumnya dapat mempunyai arti:

  1. Lebih luas daripada Undang-Undang Dasar, atau
  2. Sama dengan pengertian Undang-Undang Dasar

Kata konstitusi dapat mempunyai arti lebih luas daripada pengertian Undang-Undang Dasar, karena pengertian Undang-Undang Dasar hanya meliputi konstitusi tertulis saja, dan selain itu masih terdapat konstitusi tidak tertulis yang tidak tercakup dalam Undang-Undang Dasar.

Dalam praktek ketatanegaraan negara Republik Indonesia pengertian konstitusi adalah sama dengan pengertian Undang-Undang Dasar. Hal ini terbukti dengan disebutnya istilah Konstitusi Republik Indonesia Serikat bagi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (Totopandoyo, 1981:25.26).

 

  1. Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen 2002

Sistem pemerintahan negara Indonesia sebelum dilakukan amandemen dijelaskan secara terinci dan sistematis dalam penjelasan Undang – Undang Dasar 1945. Sistem pemerintahan negara Indonesia ini dibagi atas tujuh yang secara sistematis merupakan pengejawantahan kedaulatan rakyat oleh karena itu sistem pemerintahan negara ini dikenal dengan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara yang dirinci sebagai berikut.

  1. Indonesia ialah Negara Yang Berdasarkan Atas Hukum (Rechtstaat)

Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechsstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat). Hal ini mengandung arti bahwanegara, termasuk di dalamnya Pemerintahan dan lembaga – lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan – tindakan apapun harus dilandasi oleh peraturan hukum atau harus dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Tekanan pada hukum (recht) di sini dihadapkan pada kekuasaan (macht).

Sesuai dengan semangat dan ketegasan Pembukaan UUD 1945, jelas bahwa negara hukum yang dimaksud berarti negara bukan hanya sebagai polisi lalu lintas atau penjaga malam saja, yang menjaga jangan sampai terjadi pelanggaran dan menindak pada pelanggar hukum.

Dengan landasan dan semangat negara hukum dalam arti material itu, setiap tindakan negara haruslah mempertimbang dua kepentingan atau landasan ialah kegunaaannya (doelmatigheid) dan landasan hukumnya (rechtmatigheid). Dalam segala hal harus senantiasa diusahakan agar setiap tindakan negara (pemerintah) itu selalu memenuhi dua kepentingan atau landasan tersebut.

a. Sistem Konstitusional

Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolut (kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem ini mmemberikan penegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan – ketentuan konstitusi yang dengan sendirinya juga oleh ketentuan – ketentuan hukum lain merupakan produk konstitusional, Ketetapan MPR, Undang – Undang dan sebagainya.

b. Kekuasaan Negara yang Tertinggi di Tangan Rakyat

Sistem kekuasaan tertinggi sebelum dilakukan amandemen dinyatakn dalam Penjelasan Undang – Undang Dasar 1945 sebagai berikut:”Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan bernama MPR, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungorgatan des willens des statsvolkes). Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara yang tertinggi, sedangkan presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis – garis besar yang telah ditetapkan oleh majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis tunduk dan bertanggung jawab kepada Majelis (Mandataris) dari Majelis. Presiden wajib menjalankan putusan – putusan Majelis, dan “tidak neben” akan tetapi “untergeordnef” kepada majelis.

Namun menurut UUD 1945 hasil amandemen 2002 kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD (pasal 1 ayat 2). Hal ini berarti terjadi suatu reformasi kekuasaan tertinggi dalam negara secara kelembagaan tinggi negara, walaupun esensinya tetap rakyat yang memiliki kekuasaan. MPR menurut UUD 1945 hasil Amandemen 2002 hanya memiliki kekuasaan melakukan perubahan UUD melantik Presiden dan Wakil Presiden  serta memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden sesuai masa jabatan atau jikalau melanggar suatu konstitusi.

c. Presiden ialah Penyelenggara Pemerintahan Negara yang Tertinggi di Samping MPR dan DPR

Kekuasaan presiden menurut UUD 1945 sebelum dilakukan amandemen, dinyatakan dalam penjelasan undang-undang Dasar 1945, sebagai berikut :

“dibawah Majelis Permusyawaratan rakyat, Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab adalah ditangan presiden .”

Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002, presiden merupakan penyelenggara pemerintahan tertinggi disamping MPR dan DPR, karena presiden dipilih langsung oleh rakyat UUD 1945 pasal 6A ayat (1). Jadi menurut UUD 1945 ini tidak lagi merupakan mandataris MPR, melainkan dipilih langsung oleh rakyat.

d. Presiden Tidak Bertanggung Jawab Kepada DPR

Sistem ini menurut UUD 1945 sebelum amandemen dijelaskan dalam Penjelasan UUD 1945, namun dalam UUD 1945 hasil amandemen 2002 juga memiliki isi yang sama sebagai berikut:

“disamping presiden adalah dewan perwakilan rakyat (DPR) presiden harus mendapat persetujuan DPR  untuk membentuk undang-undang pasal 5 ayat (1) dan untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara sesuai dengan pasal 23. Oleh karena itu presiden harus bekerja sama dengan dewan, akan tetapi presiden tidak bertanggung jawab kepada dewan, artinya kedudukan presiden tidak tergantung dewan.

e. Menteri Negara ialah Pembantu Presiden, Menteri Negara Tidak Bertanggung Jawab Kepada DPR

Dijelaskan dalam UUD 1945 hasil amandemen 2002 maupun dalam penjelasan UUD 1945 sebagai berikut:

“presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahannya dibantu oleh menteri-menteri negara (pasal 17 ayat (1) UUD 1945 Hasil Amandemen), presiden mengangkat dan memberhentikan Menteri-Menteri Negara (pasal 17 ayat (2) UUD 1945 hasil amandemen 2002). Menteri-menteri Negara itu tidak bertanggung jawab kepada DPR.

 f. Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak-Terbatas

Sistem ini dinyatakan secara tidak eksplisit dalam UUD 1945 hasil Amandemen 2002 dan masih sesuai dengan penjelasan UUD 1945 sebagai berikut :

Menurut UUD 1945 hasil amandemen 2002, Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung (UUD 1945 hasil Amandemen 2002 pasal 6A ayat 1). Dengan demikian dalam sistem kekuasaan kelembagaan negara Presiden tidak lagi merupakan mandataris MPR bahkan sejajar dengan DPR dan MPR. Hanya jikalau Presiden melanggar undang-undang maupun undang-undang dasar, maka MPR dapat melakukan Impeachment.

 

  1. Negara Indonesia adalah Negara Hukum

Menurut penjelasan UUD 1945, negara Indonesia adalah negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan bukan berdasar atas kekuasaan.

Ciri-ciri suatu negara Hukum adalah:

  1. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi dan kebudayaan.
  2. Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak memihak.
  3. Jaminan kepastian hukum, yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya.

Pancasila sebaagai dasar negara yang mencerminkan jiwa bangsa Indonesia harus menjiwai semua peraturan hukum dan pelaksanaannya, ketentuan ini menunjukkan bahwa di negara Indonesia dijamin adanya hak-hak asasi manusia berdasarkan ketentuan hukum, bukan kemauan seseorang yang menjadi dasar kekuasaan.  Menjadi suatu kewajiban bagi setiap penyelenggaraan negara untuk menegakkan keadilan dan kebenaran berdasarkan Pancasila yang selanjutnya melakukan pedoman peraturan-peraturan pelaksanaan.

Namun demikian untuk menegakkan hukum demi keadilan dan kebenaran perlu adanya Badan-badan kehakiman yang kokoh kuat yang tidak mudah dipengaruhi oleh lembaga-lembaga lainnya.

Adapun pembangunan hukum di Indonesia sesuai dengan tujuan negara hukum, diarahkan pada terwujudnya sistem hukum yang mengabdi pada kepentingan nasional terutama rakyat, melalui penyusunan materi hukum yang bersumberkan pada Pancasila sebagai sumber filosofinya dan UUD 1945 sebagai dasar konstitusionalnya, serta aspirasi rakyat sebagai sumber materialnya.

 

 

#RAHMAD WEDI APRIANSYAH PUTRA

 

Tinggalkan komentar